POV Community Hadirkan Dialog Regeneratif: Kolaborasi Adat, Komunitas, dan Bisnis untuk Bumi
Kolaborasi Komunitas, Adat, dan Bisnis untuk Keanekaragaman Hayati
Indonesia, 24 Mei 2025 — Dalam rangka memperingati International Day for Biological Diversity, komunitas Power of Voice (POV) menyelenggarakan Talkshow III bertajuk “Regenerating Our Future: Kolaborasi Komunitas, Adat, dan Bisnis untuk Keanekaragaman Hayati.” Forum ini menjadi ruang dialog lintas sektor yang mempertemukan tiga kekuatan utama: komunitas adat, gerakan lokal, dan dunia bisnis berkelanjutan.
Talkshow ini menghadirkan narasumber dari tiga bidang kunci:
-
Hengky Manalu, Biro Organisasi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN)
-
Michelin Sallata, Pendiri komunitas lokal POMANARA
-
Akmal Budiman, Praktisi Keberlanjutan
Komitmen POV Community: Menyatukan Suara, Merawat Masa Depan
Dalam narasi pembukanya sebagai host, Lucia Damanik, Founder POV Community, menyampaikan harapannya agar talkshow ini menjadi jembatan kolaboratif yang mempertemukan beragam perspektif demi regenerasi masa depan yang adil dan berkelanjutan.
“Kami percaya bahwa masa depan yang lestari hanya bisa dibangun jika kita membuka ruang untuk saling mendengarkan. Komunitas lokal, masyarakat adat, dan pelaku bisnis harus duduk bersama, bukan untuk saling menyalahkan, tetapi untuk mencari jalan pulang—kembali pada harmoni antara manusia dan alam,” ujar Lucia.
Lucia menegaskan bahwa POV Community lahir dari keresahan dan harapan akan pentingnya mengangkat suara-suara yang sering kali tak terdengar dalam ruang publik, terutama suara dari akar rumput, perempuan, pemuda, dan kelompok adat.
“Kami membangun POV sebagai ruang perjumpaan lintas identitas, generasi, dan sektor. Karena kami tahu: perubahan tak akan terjadi hanya dari atas. Ia dimulai dari ruang-ruang kecil, dari keberanian untuk bicara, dan dari keinginan untuk mendengar,” tambahnya.
Menyatukan Kearifan Lokal dan Strategi Global
Hengky Manalu menyoroti bahwa masyarakat adat telah sejak lama menjadi penjaga utama keanekaragaman hayati. Ia menekankan bahwa pengakuan dan perlindungan terhadap wilayah adat adalah langkah krusial dalam menjaga ekosistem.
“Keanekaragaman hayati bukan sekadar sumber daya, tapi bagian dari identitas masyarakat adat. Melindungi hutan berarti menjaga kehidupan,” tegas Hengky. Ia juga menyuarakan dukungan terhadap perjuangan #TutupTPL di Tano Batak.
Michelin Sallata mengangkat pentingnya kekuatan komunitas lokal dalam menjaga lingkungan, terutama bila diberikan ruang partisipasi yang sejati.
“Kami percaya pada kekuatan kolaborasi lokal—dari perempuan, anak muda, hingga masyarakat adat. Mereka bukan objek pembangunan, tapi mitra utama dalam keberlanjutan,” jelasnya.
Akmal Budiman membawa sudut pandang dari sektor profesional dan bisnis, menyoroti pentingnya membangun narasi publik yang kuat dan strategis mengenai krisis biodiversitas.
“Krisis biodiversitas adalah bayangan dari krisis iklim. Tapi narasinya belum cukup menjangkau publik. Kita perlu mengangkat isu ini secara lebih kontekstual dan menyentuh kehidupan sehari-hari,” ujarnya.
Penutup: Regenerasi Dimulai dari Kolaborasi
Diskusi ini ditutup dengan semangat kolaboratif untuk merawat bumi dan memperjuangkan masa depan yang adil. Peserta seperti Riska Situmorang mengingatkan bahwa praktik konservasi sejatinya telah lama hidup dalam budaya masyarakat adat.
POV Community menegaskan komitmennya untuk terus menjadi ruang dialog yang menghubungkan sektor komunitas, profesional, dan kebijakan—dengan harapan membangun regenerasi bukan hanya sebagai konsep, tetapi sebagai gerakan kolektif yang terus bertumbuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar