Selasa, 29 April 2025

POV Community Bahas Kesehatan Mental dan Kearifan Lokal di Era Krisis Ekologis

 



POV Community mengadakan Webinar II bertema "Mental Health & Indigenous Identity: Healing Through Culture" pada Sabtu, 26 April 2025, dalam rangka memperingati Hari Bumi. Acara ini diselenggarakan secara daring melalui platform Zoom dan disiarkan secara langsung melalui YouTube, diikuti oleh puluhan peserta dari berbagai daerah di Indonesia, termasuk Sumatera, Bali, dan wilayah Indonesia bagian timur.

Webinar ini dipandu oleh Lucia Damanik, pendiri POV Community, yang dalam pembukaannya menyampaikan bahwa platform ini bertujuan menjadi ruang berbagi bagi anak muda yang ingin mengangkat suara komunitas adat, memperjuangkan keberlanjutan lingkungan, dan mengadvokasi kesehatan mental yang berbasis budaya. Lucia menekankan pentingnya kembali kepada akar budaya dan kearifan lokal dalam menghadapi krisis ekologis dan sosial yang melanda dunia saat ini.

Mengawali sesi diskusi, Kiki Nasution, pendiri Sabda Bumi, membagikan perjalanan transformasionalnya bersama masyarakat adat di Baduy, Mentawai, dan Iban, Kalimantan Barat. Ia menekankan bahwa pengalaman hidup bersama komunitas-komunitas adat tersebut mengubah cara pandangnya tentang hubungan manusia dengan alam. Kiki memperkenalkan konsep bio-cultural diversity, yakni keterkaitan erat antara budaya, bahasa, dan lingkungan, sebagai kunci untuk memahami keseimbangan ekosistem dan kesejahteraan manusia.

Dalam penuturannya, Kiki menjelaskan bahwa masyarakat adat mengajarkan pentingnya keseimbangan antara mitos (rasa, spiritualitas) dan logos (akal, logika ilmiah) dalam menjaga kesehatan mental dan harmoni ekologis. Ia juga menyoroti praktik-praktik tradisional seperti "grounding", yaitu berjalan tanpa alas kaki di atas tanah, yang kini terbukti secara ilmiah membantu menjaga kesehatan mental dan emosional. Kiki mengajak peserta untuk merefleksikan bagaimana kehilangan koneksi dengan alam berkontribusi terhadap krisis mental dan sosial di era modern.

Sesi kedua diisi oleh Dhede, Ketua Harian Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS), yang mengupas isu disabilitas mental di Indonesia dari perspektif advokasi hak asasi manusia. Dhede menyoroti masih kuatnya stigma terhadap penyandang disabilitas mental, yang berujung pada praktik pemasungan, pengurungan di panti rehabilitasi, dan pelanggaran hak-hak dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan partisipasi sosial.

Dalam paparannya, Dhede mengkritik pendekatan medical model dan charity model yang masih dominan dalam memperlakukan penyandang disabilitas sebagai objek penderitaan yang perlu "diperbaiki" atau "disantuni". Ia mendorong adopsi social model yang mengakui penyandang disabilitas mental sebagai subjek aktif yang memiliki hak penuh atas kehidupannya, termasuk hak atas keputusan hukum, pendidikan, pekerjaan, dan partisipasi sosial. Dhede juga mengungkapkan tantangan besar di sektor layanan kesehatan mental di Indonesia, seperti minimnya akses terhadap layanan psikologis non-obat dan masih banyaknya penggunaan obat-obatan generasi lama yang berdampak negatif terhadap kesehatan pasien.

Sesi ketiga dibawakan oleh Khatarina Ginting, pendiri Potret Karakter, yang mengangkat pentingnya pendekatan budaya dalam memperkuat kesehatan mental masyarakat adat. Khatarina menekankan bahwa budaya bukan hanya sebagai warisan, tetapi sebagai sumber daya penyembuhan yang hidup. Melalui kearifan lokal, seni, dan ekspresi budaya, masyarakat dapat membangun ketahanan emosional, mengatasi trauma kolektif, dan memperkuat identitas diri.

Menurut Khatarina, di tengah arus globalisasi yang kerap menggerus identitas lokal, penting bagi generasi muda adat untuk diberdayakan melalui pendidikan budaya yang relevan dan membumi. Ia juga menyoroti bagaimana kesenian tradisional, ritual adat, dan bahasa ibu menjadi media efektif dalam pemulihan kesehatan mental komunitas yang pernah mengalami marginalisasi atau kehilangan budaya.

Diskusi berlangsung interaktif, dengan peserta yang antusias mengajukan pertanyaan dan berbagi pandangan melalui kolom chat. Berbagai refleksi disampaikan, mulai dari pentingnya membangun sistem kesehatan mental berbasis komunitas hingga perlunya perubahan paradigma pembangunan yang lebih menghargai nilai-nilai lokal.

Sebagai penutup, Lucia Damanik menyampaikan apresiasi kepada para narasumber dan peserta. Ia menegaskan kembali bahwa kesehatan mental, identitas budaya, dan keberlanjutan lingkungan merupakan tiga pilar yang saling terhubung dan tidak dapat dipisahkan dalam membangun masa depan yang lebih adil dan lestari. Lucia juga menegaskan komitmen POV Community untuk terus menghadirkan ruang-ruang dialog yang memberdayakan masyarakat adat dan memperjuangkan hak atas kesehatan mental berbasis budaya.

Melalui webinar ini, POV Community berharap dapat memperluas kesadaran publik tentang pentingnya memadukan kearifan lokal dalam upaya pelestarian lingkungan dan pemulihan kesehatan mental, serta memperkuat solidaritas lintas komunitas dalam membangun dunia yang lebih manusiawi.

 


Postingan Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *