POV Community Bahas Kesehatan Mental dan Kearifan Lokal di Era Krisis Ekologis
POV Community mengadakan Webinar II bertema "Mental
Health & Indigenous Identity: Healing Through Culture" pada Sabtu,
26 April 2025, dalam rangka memperingati Hari Bumi. Acara ini diselenggarakan
secara daring melalui platform Zoom dan disiarkan secara langsung melalui
YouTube, diikuti oleh puluhan peserta dari berbagai daerah di Indonesia,
termasuk Sumatera, Bali, dan wilayah Indonesia bagian timur.
Webinar ini dipandu oleh Lucia Damanik, pendiri
POV Community, yang dalam pembukaannya menyampaikan bahwa platform ini
bertujuan menjadi ruang berbagi bagi anak muda yang ingin mengangkat suara
komunitas adat, memperjuangkan keberlanjutan lingkungan, dan mengadvokasi
kesehatan mental yang berbasis budaya. Lucia menekankan pentingnya kembali
kepada akar budaya dan kearifan lokal dalam menghadapi krisis ekologis dan
sosial yang melanda dunia saat ini.
Mengawali sesi diskusi, Kiki Nasution, pendiri
Sabda Bumi, membagikan perjalanan transformasionalnya bersama masyarakat adat
di Baduy, Mentawai, dan Iban, Kalimantan Barat. Ia menekankan bahwa pengalaman
hidup bersama komunitas-komunitas adat tersebut mengubah cara pandangnya
tentang hubungan manusia dengan alam. Kiki memperkenalkan konsep bio-cultural
diversity, yakni keterkaitan erat antara budaya, bahasa, dan lingkungan,
sebagai kunci untuk memahami keseimbangan ekosistem dan kesejahteraan manusia.
Dalam penuturannya, Kiki menjelaskan bahwa
masyarakat adat mengajarkan pentingnya keseimbangan antara mitos (rasa,
spiritualitas) dan logos (akal, logika ilmiah) dalam menjaga kesehatan
mental dan harmoni ekologis. Ia juga menyoroti praktik-praktik tradisional
seperti "grounding", yaitu berjalan tanpa alas kaki di atas tanah,
yang kini terbukti secara ilmiah membantu menjaga kesehatan mental dan
emosional. Kiki mengajak peserta untuk merefleksikan bagaimana kehilangan
koneksi dengan alam berkontribusi terhadap krisis mental dan sosial di era
modern.
Sesi kedua diisi oleh Dhede, Ketua Harian
Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS), yang mengupas isu disabilitas mental di Indonesia
dari perspektif advokasi hak asasi manusia. Dhede menyoroti masih kuatnya
stigma terhadap penyandang disabilitas mental, yang berujung pada praktik
pemasungan, pengurungan di panti rehabilitasi, dan pelanggaran hak-hak dasar
seperti pendidikan, kesehatan, dan partisipasi sosial.
Dalam paparannya, Dhede mengkritik pendekatan medical
model dan charity model yang masih dominan dalam memperlakukan
penyandang disabilitas sebagai objek penderitaan yang perlu
"diperbaiki" atau "disantuni". Ia mendorong adopsi social
model yang mengakui penyandang disabilitas mental sebagai subjek aktif yang
memiliki hak penuh atas kehidupannya, termasuk hak atas keputusan hukum,
pendidikan, pekerjaan, dan partisipasi sosial. Dhede juga mengungkapkan
tantangan besar di sektor layanan kesehatan mental di Indonesia, seperti
minimnya akses terhadap layanan psikologis non-obat dan masih banyaknya
penggunaan obat-obatan generasi lama yang berdampak negatif terhadap kesehatan
pasien.
Sesi ketiga dibawakan oleh Khatarina Ginting,
pendiri Potret Karakter, yang mengangkat pentingnya pendekatan budaya dalam
memperkuat kesehatan mental masyarakat adat. Khatarina menekankan bahwa budaya
bukan hanya sebagai warisan, tetapi sebagai sumber daya penyembuhan yang hidup.
Melalui kearifan lokal, seni, dan ekspresi budaya, masyarakat dapat membangun
ketahanan emosional, mengatasi trauma kolektif, dan memperkuat identitas diri.
Menurut Khatarina, di tengah arus globalisasi yang
kerap menggerus identitas lokal, penting bagi generasi muda adat untuk
diberdayakan melalui pendidikan budaya yang relevan dan membumi. Ia juga
menyoroti bagaimana kesenian tradisional, ritual adat, dan bahasa ibu menjadi
media efektif dalam pemulihan kesehatan mental komunitas yang pernah mengalami
marginalisasi atau kehilangan budaya.
Diskusi berlangsung interaktif, dengan peserta
yang antusias mengajukan pertanyaan dan berbagi pandangan melalui kolom chat.
Berbagai refleksi disampaikan, mulai dari pentingnya membangun sistem kesehatan
mental berbasis komunitas hingga perlunya perubahan paradigma pembangunan yang
lebih menghargai nilai-nilai lokal.
Sebagai penutup, Lucia Damanik menyampaikan
apresiasi kepada para narasumber dan peserta. Ia menegaskan kembali bahwa
kesehatan mental, identitas budaya, dan keberlanjutan lingkungan merupakan tiga
pilar yang saling terhubung dan tidak dapat dipisahkan dalam membangun masa
depan yang lebih adil dan lestari. Lucia juga menegaskan komitmen POV Community
untuk terus menghadirkan ruang-ruang dialog yang memberdayakan masyarakat adat
dan memperjuangkan hak atas kesehatan mental berbasis budaya.
Melalui webinar ini, POV Community berharap dapat
memperluas kesadaran publik tentang pentingnya memadukan kearifan lokal dalam
upaya pelestarian lingkungan dan pemulihan kesehatan mental, serta memperkuat
solidaritas lintas komunitas dalam membangun dunia yang lebih manusiawi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar